Sunday, July 2, 2017

Makalah Leadership



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di era yang semakin berkembang dan banyaknya perusahaan perseroan atau industri rumahan yang memunculkan kreatifitas dari jenis barang atau jasa. Dalam cara pengelolaan suatu perusahaan seorang pemilik harus dapat mengerti dan memahami fungsi organisasi yaitu, fungsi perencanan, fungsi pengorganisasian, fungsi kepemimpinan dan fungsi pengendalian.
Bagi perusahaan perseroan atau industri rumahan, fungsi kepemimpinan sangat berperan besar karena fungsi ini digunakan untuk menjalankan, memastikan kemajuan dan kelangsungan perusahaan yang mereka pimpin agar dapat menghasilkan dan menambah laba perusahaan.
Meskipun dalam mencapai tujuan perusahaan sering kali tidak dapat dilakukan dengan mudah. Berbagai kendala dapat dihadapi perusahaan dalam perjalannya dalam mencapai tujuan. Gejolak perekonomian, aktivitas pesaing yang semakin agresif dan berbagai kesulitan yang menghadang sering kali membuat tujuan yang hendak dicapai perusahaan menjadi penuh tantangan.
Dalam menghadapi situasi seperti itu, perusahaan membutuhkan fungsi memimpin (leading). Aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau leader mencakup tiga unsur utama, yaitu : Leadership, motivation, and communication. kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain (bawahan) dengan melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.







1.2  Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud kepemimpinan dalam organisasi?
2.      Apa fungsi Kepemimpinan dalam organisasi?
3.      Teori apa saja yang digunakan dalam kepemimpinan dalam organisasi ?
4.      Bagaimana gaya kepemimpinan dalam organisasi?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu kepemimpinan dalam organisasi.
2.      Untuk mengetahui fungsi kepemimpinan dalam organisasi.
3.      Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan pada kepemimpinan dalam organisasi.
4.      Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dalam organisasi




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
1.      Etzioni (1961 :116) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “power based predominantly on personal characteristic, usually normative in nature” (kepemimpinan sebagai kekuasaan yang pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain, sebagai karakteristik personal, yang bersifat alamiah).
2.      Stogdill (1950) mengemukakan kepemimpinan sebagai “ the process of influencing the activities on an organized group toward goal setting and goal achievement” (kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan yang telah ditentukan).
3.      Chemers (1997) mendefinisikan “leadership as a process of social influence in which one person is able to and list the aid and support a others in the complishment of a common tas” (kepemimpinan adalah suatu proses pengaruh sosial dimana seseorang mampu membantu dan mendukung yang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama).
4.      Fiedler (1967) mendefinisikan pemimpin dengan pengertian “ seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai penanggung jawab utama”. Fiedler memisahkan orang lain dalam kelompok, dimana ada orang yang memberi tugas (pemimpin) dan orang yang diberi tugas (bawahan). Orang yang dipisahkan dari kelompoknya untuk dijadikan pemimpin adalah seorang yang memiliki atribut seperti kewibawaaan, kekuasaan, kewenangan, keterampilan khusus, status dan lain-lain.
5.      Davis (1981) mendefinisikan pemimpinan sebagai kemampuan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara antusias. Dengan demikian, kepemimpinan merupakan kecakapan atau kemampuan seseorang untuk membujuk orang lain agar bersedia bekerja keras dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
6.      Terry dan Frankin (1982) mendefinisikan kepemimpinan dengan hubungan dimana seseorang (pemimpin) mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama untuk melaksanakan tugas – tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan atau kelompok. Definisi tersebut menekankan pada permasalahan hubungan antara orang yang mempengaruhi (pemimpin) dengan orang yang dipengaruhi (bawahan).

Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain (bawahan) dengan melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

B.     FUNGSI KEPEMIMPINAN
Salah satu kreteria dalam menilai efektifitas kepemimpinan adalah kemampuannya dalam mengambil keputusan. Tetapi, kriteria itu saja tidaklah cukup, masih ada kriteria lain yang penting untuk diperhatikan dalam menilai efektifitas kepemmpinan seseorang. Kriteria yang dimaksud adalah kemampuan seorang pemimpin menjalankan beberapa fungsi – fungsi kepemimpinan. Sondang P. Siagian (1999) mengemukakan, terdapat lima fungsi-fungsi kepemimpinan yang hakiki, yaitu :
1.      Fungsi Penentu Arah
Setiap organisasi, baik yang berskala besar, menengah, ataupun kecil semuanya pasti dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan itu bersifat jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang harus dicapai melalui kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Keterbatasan sumber daya orgaisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif dengan kata lain arah yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaata dari segala sarana dan prasarana yang ada.Aah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun oleh pimpinan dalam organisasi.
2.      Fungsi sebagai juru bicara
Fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin untuk berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan, dan instansi pemerintah yang terkait. Peran ini sangat penting dan disadari bersama bahwa tidak ada satu pu organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan dari pihak lain. Adapun sasaran pemeliharaan hubungan tersebut adalah agar berbagai pihak yang berkepentingan :
a.    Memiliki presepsi yang tepat tentag citra organisasi yang bersangkutan.
b.   Memahami berbagai kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi dalam rangka pencapaian tujuannya.
c.    Menghindari munculnya salah pengenrtian tentang arah yang hendak dicapai oleh organisasi.
d.   Memberikan dukungan kepada organisasi.

Konsekuensi logis dari fungsi ini adalah bahwa seorang pemimpin harus mengetahui bukan saja bagaimana merumuskan kebijaksanaan strategik, akan tetapi juga berbagai keputusan lain yang telah diambil oleh level pimpinan yang lebih rendah. Bahkan lebih dari itu, dituntut pula pengetahuan yang memadai tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi. Pengetahuan demikian akan memungkinkannya memberikan penjelasan yang diperlukan sedemikan rupa sehingga berbagai sasaran yang telah diteteapkan dapat tercapai.
3.      Fungsi Sebagai Komunikator
Berkomunikasi pada hakikatnya adalah mengalihkan suatu pesan dari suatu pihak kepihak lain. Suatu komunikasi dapat dikataka berlangsung dengan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan tersebut diterima dan diartikan oleh sasara komunikasi (penerima pesan). Fungsi pemimpn sebagai komunikator disini lebih ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran , stategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan.
4.      Fungsi sebagai Mediator
Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut kehadiran seseorang pemimpin dalam menjalankan permasalahan yang ada. Kiranya sangat mudah membayangkan bahwa tidak akan ada seoranag pemimpin yang akan memeberikan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap yang demikan pasti diambil oleh seorang pemimpi, sebab jika tidak citranya sebagai seorang pemimpin akan rusak, kepercayaan terhadap kepemimpinan akan merosot dan bahkan mungkin hilang. Jadi,kemmpuan menjalankan fungsi kemimpinan selaku mediator yang rasional,objektif dan netral merupakan slah satu indikator efektifitas kepemimpinan seseorang.
5.      Fungsi sebagai Integrator
Adanya pembagian tugas, system alokasi daya,dana dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap,perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus. Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Setiap pimpinan,terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah integrator, hanya saja cakupannya berbeda-beda. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut. Penulis lain memberikan banyak komentarnya tentang beberapa fungsi-fungsi pemimpin selain yang disebutkan diatas. Fungsi itu adalah :
a.       Pengambil keputusan.
b.      Mengembangkan informasi.
c.       Memelihara dan mengembangkan kesetiaan anggota organisasi.
d.      Memberi dorongan dan semngat kerja pada bawahan.
e.       Mempertanggug jawabkan seluruh aktivitas organisasi kepada pemilik dan masyarakat.
f.       Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas-tugas yang didelegasikan.
g.      Memberi penghargaan.
C.    TEORI KEPEMIMPINAN
1.      Teori Sifat Kepemimpinan (trait theories of leadership)
Teori sifat kepemimpinan (trait theories of leadership) adalah teori-teori yang mempertimbangkan kualitas dan karakteristik personel yang mendiferensiasikan para pemimpin dari yang bukan para pemimpin.
Teori sifat kepemimpinan berfokus pada kualitas dan karakteristik personal. Pencarian atas kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membadakan seorang pemimpin dengan yang bukan pemimpin menjadi tahap awal riset kepemimpinan. Sifat lain yang akan mengidentifikasikan kepemimpinan efektif adalah kecerdasan emosional (EI). Para pendukung kecerdasan emosional menyatakan bahwa tanpa kecerdasan emosional, seseorang mungkin mendapat pelatihan yang luar biasa, pemikiran analisis yang tinggi, visi yang efektif, dan pasokan gagasan cerdas yang tiada habisnya tetapi masih belum menjadikannya sebagai seorang pemimpin besar. Kenyataan bahwa individu yang menunjukkan sifat-sifat yang tepat dan orang lain akan mempertimbangkannya sebagai seorang pemimpin tidak lantas diartikan bahwa pemimpin tersebut berhasil dalam mengajak kelompok tersebut untuk mencapai tujuan-tujuannya.

2.      Teori Mengenai Perilaku kepemimpinan (Behavioral theories of leadership)
Teori Mengenai Perilaku kepemimpinan (Behavioral theories of leadership) adalah teori-teori yang mengusulkan perilaku spesifik yang mendiferensiasikan para pemimpin dari yang bukan para pemimpin.
Perilaku kepemimpinan menyiratkan bahwa kita dapat melatih orang-orang untuk menjadi para pemimpin. Teori yang sangat komprehensif dihasilkan dari studi of Ohio State, pada akhir tahun 1940, yang mana berupaya untuk berupaya mengidentifikasi dimensi yang independen dari perilaku pemimpin. Dimulai dengan lebih dari ribuan dimensi, studi-studi mempersempit daftar menjadi dua yang pada dasarnya sangat diperhitungkan sebagai perilaku kepemimpinan oleh para karyawan ; memprakarsai struktur dan keramahan.
Memprakarsai Struktur (Intiati Structure) adalah sampai sejauh mana seorang pemimpin akan mendefinisikan serta menstrukturisasi peranan dan para pekerjanya dalam pencapaian tujuan. Hal ini meliputi perilaku yang berupaya untuk mengorganisasi kerja, hubungan kerja dan tujuan. Seorang pemimpin yang tinggi dalam memprakarsai struktur adalah seorang yang “menugaskan para anggota kelompok terhadap tugas-tugas tertentu”, “mengharapkan para pekerja untuk mempertahankan standar kinerja tertentu”, dan “ menekankan pemenuhan tenggat waktu”.
Keramahan (Consideration) adalah sampai sejauh mana hubungan pekerjaan seseorang dicirikan oleh rasa saling percaya, menghormati gagasan dari para pekerja, dan menghargai perasaan mereka. Seorang pemimpin yang sangat ramah akan membantu para pekerja dengan permasalahan pribadi, adalah seorang yang ramah dan mudah untuk ditermui, memperlakukan para karyawannya dengan sama, serta mengekspresikan penghargaan dan dukungan.

3.      Teori Situasional (Kontingensi)
Teori Situasional (Kontingensi), menggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah tergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Sejumlah pendeketan situasional telah diteliti dan dikeluarkan. Kita akan membahas beberapa yang dianggap signifikan. Setelah hasil yang tidak memuaskan dan kontradiktif yang muncul dari penelitian awal tentang trait dan prilaku, signifikansi dari situasi mulai diteliti lebih dalam oleh mereka yang tertarik dalam bidang kepemimpinan. Dengan semakin diakuinya arti penting dari factor situasional, penelitian mengenai kepemimpinan menjadi lebih sistematis, dan model situasional mengenai kepemimpinan mulai bermunculan. Setiap model memiliki pendukung dan semua berusaha mengidentifikasi prilaku pemimpin yang paling disukai untuk serangkain situasi kepemimpinan. Selain itu, setiap model berusaha mengidentifikasi pola atau interaksi pemimpin-situasi untuk mencapai kepemimpinan yang efektif.
Model Kontingensi kepemimpinan dari Fiedler
Model ini dikembangkan oleh Fiedler dan memeberikan pos tulat bahwa kinerja kelompok bergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan keuntungan situasional (Situtional Favorableness). Gaya kepemimpinan diukur dengan Least-Preferred Co-Worker Scale (LPC), sebuah instrument yang dikembangkan Fiedler, yang mengukur tingkat perasaan positif atau negative yang dimiliki seseorang terhadap orang lainyang paling tidak dipilih untuk bekerja sama. Nilai yang rendah dalam LPC dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang task-oriented (berorientasi tugas), yaitu gaya yang mengontrol dan terstruktur. Nilai yang tinggi diasosiasikan dengan gaya kepemimpinan yang relationship-oriented (berorientasi hubungan), yaitu gaya yang pasif dan memiliki kepedulian.
Fiedler mengajukan tiga factor yang menentukan seberapa menguntungkan lingkungan yang dimiliki seorang pemimpin, atau tingkat keuntungan situasional. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Hubungan Pemimpin – Pengikut.
Hubungan tersebut menunujukkan tingkat kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat yang dimiliki oleh pengikut terhadap pemimpin mereka.
2.      Struktur Tugas
Adalah factor kedua terpenting yang menunujukkan sejauh mana tugas yang dilakukan para pengikut terstruktur. Artinya, apakah tugas dijelaskan dengan spesifik, dan apakah para pengikut mengetahui apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka harus melakukannya, serta kapan dan dengan urutan yang bagaiman hal ini harus dilakukan, serta pilihan keputusan apa yang mereka miliki atau apakah factor ini bersifat ambigu, tidak jelas dan tidak spesifik.
3.      Position Power
Adalah factor terakhir yang merupakan kekuatan yang dimiliki oleh posisi pemimpin. Umumnya otoritas yang lebih tinggi merupakan tanda position power yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan ketiga factor ini menentukan seberapa menguntungkannya sebuah situasi bagi pemimpin. Hubungan pemimpin-pengikut yang baik, struktur tugas yang tinggi, dan position power yang tinggi dianggap sebagai situasi yang paling menguntungkan, begitu juga sebaiknya.
Fiedler menganggap bahwa gaya yang permisif dan lebih lunak (relationship-oriented) akan lebih baik diterapkan jika situasi agak menguntungkan atau agak merugikan. Jadi jika seorang pemimpin cukup disukai, memiliki power yang cukup, dan tugas bagi bawahan agak tidak jelas, gaya kepemimpinan yang paling sesuasi untuk mencapai hasil terbaik adalah gaya relationship-oriented. Sebaliknya jika situasi sangat menguntungkan atau sangat merugikan, biasanya gaya yang bersifat task-oreinted akan menghasilkan kinerja yang terbaik.
Fiedler tidak optimis bahwa pemimpin bisa dilatih dengan sukses untuk mengubah gaya kepemimpin mereka, sehingga menerut dia, mengubah situasi merupakan alternatif yang lebih baik. Dalam melakukan hal ini, langkah pertama yang direkomendasikan oleh Fiedler adalah menentukan apakan seorang pemimpin memiliki gaya task-oriented atau relationship-oriented. Kemudian organisasi perlu mendiaknosis dan mengklasifikasi beberapa menguntungkannya situasi kepemimpinan yang ada. Dan terakhir, oraganisasi harus memilih strategi yang terbaik untuk meningkatkan kefektifan.
Model Kepemimpinan Vroom-Jago
Victor Vroom dan Philip Yetton pada awalnya mengembangkan model kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang menetapkan situasi yang cocok untuk jenis pengambilan keputusan yang partisipatif. Berlawanan dengan karya Fiedler mengenai kepemimpinan, Vroom dan Yetton berusaha membuat model normative yang dapat digunakan oleh pemimpin untuk mengambilan keputusan. Istilah normative menunjukkan bahwa model ini memberikan norma dan petunjuk yang dapat digunakan oleh para pemimpin dalam situasi pengambilan keputusan. Asumsi pendekatan mereka adalah tidak adanya gaya kepemimpinan tunggal yang sesuai untuk semua situasi, maka pemimpin harus fleksibel untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai situasi spesifik. Dalam mengembangkan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi :
1.      Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi.
2.      Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi.
3.      Focus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi.
4.      Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain.
5.      Beberapa proses sosial berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah.
4.      Teori Kepemimpinan Jalan-Tujuan
Teori kepemimpinan jalan-tujuan (path goal leadership theory) menerangkan bagaimana perilaku seorang pemimpn mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahannya, dalam situasi kerja yang berbeda-beda. Teori ini dinamakan jalan tujuan karena memusatkan perhatian pada cara pemimpin mempengaruhi perstasi kerja bawahan tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalan mencapai tujuan. Teori ini drumuskan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House. Dasar dari teori path goal adalah teori motivasi harapan yang menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada harapan akan imbalan dan valensi atau daya tarik imbalan itu. Walaupun terdapat sejumlah ara untuk mempengaruhi bawahan, Evans menyatakan bahwa yang paling penting adalah kemampuan pemimpin untuk memberikan imbalan dan menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh bawahan untuk memperoleh imbalan itu. Pokok-pook penting dalam teori path goal menyebutkan bahwa perilaku seorang pemimpin akan meningkatkan prestasi bawahan apabila :
1.      Pemimpin memenuhi kebutuhan bawahan yang berkenaan dengan efektifitas pekerjaan.
2.      Pemimpin memberikan latihan , bimbingan, dan dukungan yang dibutuhkan oleh bawahannya.
D.    TIPE atau GAYA KEPEMIMPINAN
1.      Lippit dan White mengemukakan 3 Tie atau gaya kepemimpinan,yaitu;
·         Kepemimpinan Otokratis
·         Kepemimpinan Demokratis
·         Kepemimpinan Laissez faire
2.      House (1973) mengemukakan 4 tipe atau gaya kepemimpnan yaitu :
·         Kepemimpinan Direktif yaitu gaya ini pimpinan memberikan pengarahan dan penjelasan kepada bawahan tentang apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya,hasil yang seperti apa yang diharapkan,serta sistem penghargaan dan hukumannya.
·         Kepemimpinan Supportive yaitu gaya kepemimpinan yang bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian yang tnggi terhadap kesejahteraan bawahannya
·         Kepemimpinan Partisipatif yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin berusaha meminta dan mepergunakan saran-saran dari para bawahan,mengajak bawahan untuk bekerjasama atau berkolaborasi,namun pengambilan keputusan masih tetap ditangan pemimpin.
·         Kepemimpinan Prestatif yaitu gaya kepemimpinan yang mendorong bawahan untuk berprestasi.
3.      Tannenbaum dan Schmidt mengemukakan 7 gaya kepemimpinan yang kontinum yang didasarkan pada penggunaan otoritas oleh atasan dalam membuat keputasan. Gaya-gaya kepemimpinan tersebut bergerak dari sangat otoriter sampai pada demokratis. Gaya-gaya tersebut adalah :
·         Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkannya kepada bawahan. Model ini memperlihatkan bahwa otoritas yang dipergunakan oleh atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
·         Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritasnya, hamper sama dengan model yang pertama. Bawahan belum banyak terlibat dalam membuat keputusan.
·         Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan menggundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin menunjukkan kemajuan, yaitu mengurangi otoritasnya dan mmberikan kesempatan pada bawahan untuk sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
·         Pemimpin memberikan keputusan yang bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Dalam model ini sudah terlihat keterlibatan bawahan yang agak sedikit besar dalam pembuatan keputusan dan otoritas pemimpin sudah mulai berkurang.
·         Pemimpin memberikan persoalan dan meminta saran-saran dalam membuat keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
·         Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan.Partisipasi bawahan dalam model ini sudah semakin besar dibandingkan dengan model-model sebelumnya.
·         Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan.Model ini terletak pada ekstrim penggunaan kebebasan bawahan.
4.      Gaya manajerial Grid yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton,terdiri dari 5 gaya utama yaitu :
·         Gaya separated yaitu gaya kepemimpinan manajer yang acuh tak acuh,kurang perhatian pada produksi maupun perhatian pada bawahan.
·         Gaya Integrated yaitu gaya kepemimpinan manajer yang sangat bertanggungjawab, baik pada produksi maupun pada bawahannya.
·         Gaya realitionship oriented, yaitu gaya kepemimpinan manajer yang mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggu untuk selalu memikirkan orang-orang yang dipimpinnya tetapi pemikiranya tentang produktivitas organisasi rendah.
·         Gaya production oriented, yaitu gaya kepemimpinan dimana manajer hanya tentang usaha meningkatkan efeisiensi dan produktivitas kerja dan sangat kurang perhatiannya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya.


MENJADI PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Untuk menjadi pemimpin yang sukses,mungkin sulit bagi kita menemukan formulasi yagng paling tepat. Thomas Gordon (1997) memberikan beberapa panduan bagi pemimpin untuk dapat mencapai tingkat keefektifitas  yang diharapkan.Beberapa panduan tersebut adalah :
1.      Mendengarkan sampai memahami;bersedia membahas; terbuka terhada gagasan orang lain; menyediakan waktu untuk mendengarkan.
2.      Mau mendukung dan membantu; mau menyokong; mau berpihak kepada bawahan dan mau mengingat masalah bawahan.
3.      Menggunakan pendekatan kelompok;membantu kelompok mencapai keputusan yang lebih baik;memudahkan kerja sama.
4.      Menghindari supervise terlalu dekat; tidak terlalu ngebos; tidak mendikte atau mengikuti petunjuk buku secara kaku.
5.      Mendelegasikan wewenang; mempercayai kelompok; tidak menilai dinilai oleh kelompok; memperbolehkan kelompok mengambil keputusan; mempercayai kreatifitas orang lain.
6.      Berkomunikasi secara terbuka dan jujur ; tidak merahasiakan pendapatanya; perkataannya dapat dipercaya.
7.      Mengusahakan yang terbaik buat bawahannya, dan mau solider terhadap bawahannya.
Beberapa panduan yang mungkin beruna bagi para pemimpi ketika mulai membentuk kelompok mereka menjadi sebuah tim manajemen yang efektif adalah sebagai berikut (Gordon) :
1.      Makin tergantung sebuah kelompok kepada pemimpinnya,makin besar sumbang sarannya menghambat peran serta anggota lainnya.
2.      Makin besar perbedaan status atau prestise antara pemimpin dan anggota (menurut pandangan anggota),makin besar kemungkinan sumbang saran pemimpin menghambat peran serta anggota.
3.      Begitu seorang peimpin menjadi seperti “sesame anggota” kelompok,kecenderungannya untuk berperan serta lebih sering dapat diterima secara jauh lebih mudah oleh kelompok ketimbang ketika ia masih dipandang sebagai “pemimpin”. Bawahan merasa bebas menjalankan fungsi control kepada “sesame angota” sebaliknya mereka segan bila harus menghalangi peran serta pemimpin.
4.      Kesadaran seorang pemimpin atas kuatnya efek menghambat akibat peran serta dalam kegiatan kelompok akan membangtunya mengendalikan peran serta tersebut.Kesadaran ini akan menjadikan seorag pemimpin agar lebih peka dalam melihat tanda-tanda yang menunjukan bahwa anggota kelompok merasa terhambat meskipun samar-samar.
5.      Menemukan keseimbangan yang tepat antara mendengarkan orang lain dan menyampaikan gagasan sendiri dalam diskusi kelompok adalah sebuah masalah yang bukan hanya dihadapi oleh pemimpin melainkan juga oleh tiap anggota.
6.      Begitu dipandang sesama anggota kelompok, sumbang saran seorang pemimpin akan lebih mudah diterima atau ditolak berdasarkan sumbang saran itu sendiri.
Siapakah Pemimpin Yang Ideal itu ?
            Pemimpin yang ideal itu adalah pemimpin yang dapat memenuhi tuntutan-tututan sebagai :
1.      Ia mempunyai pandangan ke muka. Cita-cita yang menjadi penghubung antara dia dan bawahannya sehingga karyawan meyakin apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
2.      Merasakan dirinya sebagai milik karyawan, bukan hanya milik suami/istri dan anak, bahkan juga milik dirinya sendiri.
3.      Pandangan hidup yang dianutnya sebanyak mungkin terceermin dalam pola sikap dan tingkah lakunya.
4.      Ia peka dan tanggap terhadap perkembangan anggotaya melebihi kepekaannya terhadap hal yang menyangkut pada pribadinya.
5.      Ia tangkas berpikir dan bertindak.Terutama menangkap momentum dan memanfaatkannya, dengan perhitungan cermat.
6.      Ia tau membedakan hal-hal yang prinsipil dan yang dapat dikompromikan, menyangkut dengan yang prinsipil dan tidak akan mau mengalah.
7.      Ia sadar bahwa ia sagat diperlukan oleh anggotanya ,tetapi pada saat yang sama dia berupaya supaya ia tidak selalu diperlukan.
8.      Ia gemar bermusyawarah dalam suasana yang bebas dan tertib, terutama dalam cara untuk menyelesaikan masalah yang bersangkutan dengan anggota.
9.      Ia bertanggungjawab dalam semua tindakan dan tidak akan mengelak diri dari prtanggungjawabannya dengan segala risiko.
Menurut Georde R Terry, ada delapan ciri yang harus dimiliki seorag pemimpin yang ideal :
1.      Mempunyai kekuatan mental dan fisik yan energik
2.      Mempunyai emosi yang stabil; tidak cepat marah dan percaya pada diri sendiri
3.      Mengetahui pengetahuan Human relation yang baik
4.      Mempunyai personal motivasi yang cukup untuk diri sendiri demi kemajuan kepemimpinannya
5.      Mempunyai kecakapan berkomunikasi (communication skill)
6.      Mempunyai kecakapan untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan anggota.

Makalah HUKUM PERDATA (HUKUM ORANG DAN HUKUM BENDA)

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Hukum Perdata Hukum Perdata di Indonesia berasal dan bahasa Belanda yaitu   Burgerlijk Re...