BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era yang semakin berkembang dan banyaknya perusahaan
perseroan atau industri rumahan yang memunculkan kreatifitas dari jenis barang
atau jasa. Dalam cara pengelolaan suatu perusahaan seorang pemilik harus dapat
mengerti dan memahami fungsi organisasi yaitu, fungsi perencanan, fungsi
pengorganisasian, fungsi kepemimpinan dan fungsi pengendalian.
Bagi perusahaan perseroan atau industri rumahan,
fungsi kepemimpinan sangat berperan besar karena fungsi ini digunakan untuk
menjalankan, memastikan kemajuan dan kelangsungan perusahaan yang mereka pimpin
agar dapat menghasilkan dan menambah laba perusahaan.
Meskipun dalam mencapai tujuan perusahaan sering
kali tidak dapat dilakukan dengan mudah. Berbagai kendala dapat dihadapi
perusahaan dalam perjalannya dalam mencapai tujuan. Gejolak perekonomian,
aktivitas pesaing yang semakin agresif dan berbagai kesulitan yang menghadang
sering kali membuat tujuan yang hendak dicapai perusahaan menjadi penuh
tantangan.
Dalam menghadapi situasi seperti itu, perusahaan
membutuhkan fungsi memimpin (leading). Aktivitas yang dilakukan oleh seorang
pemimpin atau leader mencakup tiga unsur utama, yaitu : Leadership,
motivation, and communication. kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan
untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang
lain (bawahan) dengan melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa yang
dimaksud kepemimpinan dalam organisasi?
2.
Apa fungsi
Kepemimpinan dalam organisasi?
3.
Teori apa saja
yang digunakan dalam kepemimpinan dalam organisasi ?
4.
Bagaimana gaya
kepemimpinan dalam organisasi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa itu kepemimpinan
dalam organisasi.
2.
Untuk mengetahui fungsi kepemimpinan
dalam organisasi.
3.
Untuk mengetahui pendekatan yang
digunakan pada kepemimpinan dalam organisasi.
4. Untuk mengetahui gaya
kepemimpinan dalam organisasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KEPEMIMPINAN
1. Etzioni
(1961 :116) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “power based predominantly on
personal characteristic, usually normative in nature” (kepemimpinan sebagai
kekuasaan yang pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang mempengaruhi orang
lain, sebagai karakteristik personal, yang bersifat alamiah).
2. Stogdill
(1950) mengemukakan kepemimpinan sebagai “ the process of influencing the
activities on an organized group toward goal setting and goal achievement”
(kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang-orang dalam organisasi
untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan yang telah ditentukan).
3. Chemers
(1997) mendefinisikan “leadership as a process of social influence in which one
person is able to and list the aid and support a others in the complishment of
a common tas” (kepemimpinan adalah suatu proses pengaruh sosial dimana
seseorang mampu membantu dan mendukung yang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas bersama).
4. Fiedler
(1967) mendefinisikan pemimpin dengan pengertian “ seseorang yang berada
dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai pengarah dan
mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai penanggung
jawab utama”. Fiedler memisahkan orang lain dalam kelompok, dimana ada orang
yang memberi tugas (pemimpin) dan orang yang diberi tugas (bawahan). Orang yang
dipisahkan dari kelompoknya untuk dijadikan pemimpin adalah seorang yang
memiliki atribut seperti kewibawaaan, kekuasaan, kewenangan, keterampilan
khusus, status dan lain-lain.
5. Davis
(1981) mendefinisikan pemimpinan sebagai kemampuan untuk membujuk orang lain
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara antusias. Dengan demikian,
kepemimpinan merupakan kecakapan atau kemampuan seseorang untuk membujuk orang
lain agar bersedia bekerja keras dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
6. Terry
dan Frankin (1982) mendefinisikan kepemimpinan dengan hubungan dimana seseorang
(pemimpin) mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama untuk melaksanakan
tugas – tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan
pemimpin dan atau kelompok. Definisi tersebut menekankan pada permasalahan
hubungan antara orang yang mempengaruhi (pemimpin) dengan orang yang
dipengaruhi (bawahan).
Dari
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa kepemimpinan (leadership)
adalah kemampuan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi
orang lain (bawahan) dengan melalui pola hubungan yang baik guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
B. FUNGSI KEPEMIMPINAN
Salah satu kreteria dalam menilai efektifitas
kepemimpinan adalah kemampuannya dalam mengambil keputusan. Tetapi, kriteria
itu saja tidaklah cukup, masih ada kriteria lain yang penting untuk
diperhatikan dalam menilai efektifitas kepemmpinan seseorang. Kriteria yang
dimaksud adalah kemampuan seorang pemimpin menjalankan beberapa fungsi – fungsi
kepemimpinan. Sondang
P. Siagian (1999) mengemukakan,
terdapat lima fungsi-fungsi kepemimpinan yang hakiki, yaitu :
1.
Fungsi Penentu Arah
Setiap
organisasi, baik yang berskala besar, menengah, ataupun kecil semuanya pasti
dibentuk dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan itu bersifat
jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang harus dicapai melalui
kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Keterbatasan sumber daya
orgaisasi mengharuskan pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif dengan kata lain
arah yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa
sehingga mengoptimalkan pemanfaata dari segala sarana dan prasarana yang
ada.Aah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun oleh
pimpinan dalam organisasi.
2.
Fungsi sebagai juru bicara
Fungsi
ini mengharuskan seorang pemimpin untuk berperan sebagai penghubung antara
organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik saham,
pemasok, penyalur, lembaga keuangan, dan instansi pemerintah yang terkait.
Peran ini sangat penting dan disadari bersama bahwa tidak ada satu pu
organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan dari pihak lain. Adapun sasaran
pemeliharaan hubungan tersebut adalah agar berbagai pihak yang berkepentingan :
a.
Memiliki presepsi yang tepat tentag citra organisasi yang bersangkutan.
b.
Memahami berbagai kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi dalam
rangka pencapaian tujuannya.
c.
Menghindari munculnya salah pengenrtian tentang arah yang hendak dicapai
oleh organisasi.
d.
Memberikan dukungan kepada organisasi.
Konsekuensi logis dari fungsi ini adalah bahwa
seorang pemimpin harus mengetahui bukan saja bagaimana merumuskan kebijaksanaan
strategik, akan tetapi juga berbagai keputusan lain yang telah diambil oleh
level pimpinan yang lebih rendah. Bahkan lebih dari itu, dituntut pula
pengetahuan yang memadai tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam
organisasi. Pengetahuan demikian akan memungkinkannya memberikan penjelasan
yang diperlukan sedemikan rupa sehingga berbagai sasaran yang telah diteteapkan
dapat tercapai.
3.
Fungsi Sebagai Komunikator
Berkomunikasi
pada hakikatnya adalah mengalihkan suatu pesan dari suatu pihak kepihak lain.
Suatu komunikasi dapat dikataka berlangsung dengan efektif apabila pesan yang
ingin disampaikan oleh sumber pesan tersebut diterima dan diartikan oleh sasara
komunikasi (penerima pesan). Fungsi pemimpn sebagai komunikator disini lebih
ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran , stategi,
dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan.
4.
Fungsi sebagai Mediator
Konflik-konflik
yang terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi
menuntut kehadiran seseorang pemimpin dalam menjalankan permasalahan yang ada. Kiranya
sangat mudah membayangkan bahwa tidak akan ada seoranag pemimpin yang akan
memeberikan situasi demikian berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan
akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap yang demikan pasti
diambil oleh seorang pemimpi, sebab jika tidak citranya sebagai seorang
pemimpin akan rusak, kepercayaan terhadap kepemimpinan akan merosot dan bahkan
mungkin hilang. Jadi,kemmpuan menjalankan fungsi kemimpinan selaku mediator
yang rasional,objektif dan netral merupakan slah satu indikator efektifitas
kepemimpinan seseorang.
5.
Fungsi sebagai Integrator
Adanya
pembagian tugas, system alokasi daya,dana dan tenaga, serta diperlukannya
spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap,perilaku dan
tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung
terus menerus. Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada
hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Setiap
pimpinan,terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah
integrator, hanya saja cakupannya berbeda-beda. Semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut.
Penulis lain memberikan banyak komentarnya tentang beberapa fungsi-fungsi
pemimpin selain yang disebutkan diatas. Fungsi itu adalah :
a.
Pengambil keputusan.
b.
Mengembangkan informasi.
c.
Memelihara dan mengembangkan kesetiaan anggota organisasi.
d.
Memberi dorongan dan semngat kerja pada bawahan.
e.
Mempertanggug jawabkan seluruh aktivitas organisasi kepada pemilik dan
masyarakat.
f.
Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas-tugas yang didelegasikan.
g.
Memberi penghargaan.
C. TEORI
KEPEMIMPINAN
1. Teori
Sifat Kepemimpinan (trait theories of leadership)
Teori sifat kepemimpinan (trait
theories of leadership) adalah teori-teori yang mempertimbangkan kualitas dan karakteristik
personel yang mendiferensiasikan para pemimpin dari yang bukan para pemimpin.
Teori sifat kepemimpinan berfokus
pada kualitas dan karakteristik personal. Pencarian atas kepribadian, sosial,
fisik atau intelektual yang membadakan seorang pemimpin dengan yang bukan
pemimpin menjadi tahap awal riset kepemimpinan. Sifat lain yang akan
mengidentifikasikan kepemimpinan efektif adalah kecerdasan emosional (EI). Para
pendukung kecerdasan emosional menyatakan bahwa tanpa kecerdasan emosional,
seseorang mungkin mendapat pelatihan yang luar biasa, pemikiran analisis yang
tinggi, visi yang efektif, dan pasokan gagasan cerdas yang tiada habisnya
tetapi masih belum menjadikannya sebagai seorang pemimpin besar. Kenyataan
bahwa individu yang menunjukkan sifat-sifat yang tepat dan orang lain akan
mempertimbangkannya sebagai seorang pemimpin tidak lantas diartikan bahwa
pemimpin tersebut berhasil dalam mengajak kelompok tersebut untuk mencapai
tujuan-tujuannya.
2. Teori
Mengenai Perilaku kepemimpinan (Behavioral theories of leadership)
Teori Mengenai Perilaku
kepemimpinan (Behavioral theories of leadership) adalah teori-teori yang
mengusulkan perilaku spesifik yang mendiferensiasikan para pemimpin dari yang
bukan para pemimpin.
Perilaku kepemimpinan menyiratkan bahwa
kita dapat melatih orang-orang untuk menjadi para pemimpin. Teori yang sangat
komprehensif dihasilkan dari studi of Ohio State, pada akhir tahun 1940, yang
mana berupaya untuk berupaya mengidentifikasi dimensi yang independen dari
perilaku pemimpin. Dimulai dengan lebih dari ribuan dimensi, studi-studi
mempersempit daftar menjadi dua yang pada dasarnya sangat diperhitungkan
sebagai perilaku kepemimpinan oleh para karyawan ; memprakarsai struktur dan
keramahan.
Memprakarsai
Struktur (Intiati
Structure) adalah sampai sejauh mana seorang pemimpin akan mendefinisikan
serta menstrukturisasi peranan dan para pekerjanya dalam pencapaian tujuan. Hal
ini meliputi perilaku yang berupaya untuk mengorganisasi kerja, hubungan kerja
dan tujuan. Seorang pemimpin yang tinggi dalam memprakarsai struktur adalah
seorang yang “menugaskan para anggota kelompok terhadap tugas-tugas tertentu”,
“mengharapkan para pekerja untuk mempertahankan standar kinerja tertentu”, dan
“ menekankan pemenuhan tenggat waktu”.
Keramahan
(Consideration) adalah sampai sejauh mana
hubungan pekerjaan seseorang dicirikan oleh rasa saling percaya, menghormati
gagasan dari para pekerja, dan menghargai perasaan mereka. Seorang pemimpin
yang sangat ramah akan membantu para pekerja dengan permasalahan pribadi,
adalah seorang yang ramah dan mudah untuk ditermui, memperlakukan para
karyawannya dengan sama, serta mengekspresikan penghargaan dan dukungan.
3. Teori
Situasional (Kontingensi)
Teori Situasional (Kontingensi), menggambarkan bahwa gaya
yang digunakan adalah tergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan,
tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Sejumlah
pendeketan situasional telah diteliti dan dikeluarkan. Kita akan membahas beberapa
yang dianggap signifikan. Setelah hasil yang tidak memuaskan dan kontradiktif
yang muncul dari penelitian awal tentang trait dan prilaku, signifikansi dari
situasi mulai diteliti lebih dalam oleh mereka yang tertarik dalam bidang
kepemimpinan. Dengan semakin diakuinya arti penting dari factor situasional,
penelitian mengenai kepemimpinan menjadi lebih sistematis, dan model
situasional mengenai kepemimpinan mulai bermunculan. Setiap model memiliki
pendukung dan semua berusaha mengidentifikasi prilaku pemimpin yang paling
disukai untuk serangkain situasi kepemimpinan. Selain itu, setiap model
berusaha mengidentifikasi pola atau interaksi pemimpin-situasi untuk mencapai
kepemimpinan yang efektif.
Model
Kontingensi kepemimpinan dari Fiedler
Model ini dikembangkan oleh Fiedler
dan memeberikan pos tulat bahwa kinerja kelompok bergantung pada interaksi
antara gaya kepemimpinan dan keuntungan situasional (Situtional Favorableness). Gaya kepemimpinan diukur dengan
Least-Preferred Co-Worker Scale (LPC), sebuah instrument yang dikembangkan
Fiedler, yang mengukur tingkat perasaan positif atau negative yang dimiliki
seseorang terhadap orang lainyang paling tidak dipilih untuk bekerja sama.
Nilai yang rendah dalam LPC dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang task-oriented (berorientasi tugas),
yaitu gaya yang mengontrol dan terstruktur. Nilai yang tinggi diasosiasikan
dengan gaya kepemimpinan yang relationship-oriented
(berorientasi hubungan), yaitu gaya yang pasif dan memiliki kepedulian.
Fiedler mengajukan tiga factor yang
menentukan seberapa menguntungkan lingkungan yang dimiliki seorang pemimpin,
atau tingkat keuntungan situasional. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hubungan
Pemimpin – Pengikut.
Hubungan tersebut menunujukkan
tingkat kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat yang dimiliki oleh pengikut
terhadap pemimpin mereka.
2. Struktur
Tugas
Adalah factor kedua terpenting yang
menunujukkan sejauh mana tugas yang dilakukan para pengikut terstruktur.
Artinya, apakah tugas dijelaskan dengan spesifik, dan apakah para pengikut
mengetahui apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka harus melakukannya, serta
kapan dan dengan urutan yang bagaiman hal ini harus dilakukan, serta pilihan
keputusan apa yang mereka miliki atau apakah factor ini bersifat ambigu, tidak
jelas dan tidak spesifik.
3. Position
Power
Adalah factor terakhir yang
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh posisi pemimpin. Umumnya otoritas yang
lebih tinggi merupakan tanda position power yang lebih tinggi.
Secara
keseluruhan ketiga factor ini menentukan seberapa menguntungkannya sebuah
situasi bagi pemimpin. Hubungan pemimpin-pengikut yang baik, struktur tugas
yang tinggi, dan position power yang tinggi dianggap sebagai situasi yang
paling menguntungkan, begitu juga sebaiknya.
Fiedler
menganggap bahwa gaya yang permisif dan lebih lunak (relationship-oriented) akan lebih baik diterapkan jika situasi agak
menguntungkan atau agak merugikan. Jadi jika seorang pemimpin cukup disukai,
memiliki power yang cukup, dan tugas bagi bawahan agak tidak jelas, gaya kepemimpinan
yang paling sesuasi untuk mencapai hasil terbaik adalah gaya relationship-oriented. Sebaliknya jika
situasi sangat menguntungkan atau sangat merugikan, biasanya gaya yang bersifat
task-oreinted akan menghasilkan
kinerja yang terbaik.
Fiedler
tidak optimis bahwa pemimpin bisa dilatih dengan sukses untuk mengubah gaya
kepemimpin mereka, sehingga menerut dia, mengubah situasi merupakan alternatif
yang lebih baik. Dalam melakukan hal ini, langkah pertama yang direkomendasikan
oleh Fiedler adalah menentukan apakan seorang pemimpin memiliki gaya task-oriented atau relationship-oriented. Kemudian organisasi perlu mendiaknosis dan
mengklasifikasi beberapa menguntungkannya situasi kepemimpinan yang ada. Dan
terakhir, oraganisasi harus memilih strategi yang terbaik untuk meningkatkan
kefektifan.
Model Kepemimpinan Vroom-Jago
Victor
Vroom dan Philip Yetton pada awalnya mengembangkan model kepemimpinan dan
pengambilan keputusan yang menetapkan situasi yang cocok untuk jenis
pengambilan keputusan yang partisipatif. Berlawanan dengan karya Fiedler
mengenai kepemimpinan, Vroom dan Yetton berusaha membuat model normative yang
dapat digunakan oleh pemimpin untuk mengambilan keputusan. Istilah normative
menunjukkan bahwa model ini memberikan norma dan petunjuk yang dapat digunakan
oleh para pemimpin dalam situasi pengambilan keputusan. Asumsi pendekatan
mereka adalah tidak adanya gaya kepemimpinan tunggal yang sesuai untuk semua
situasi, maka pemimpin harus fleksibel untuk mengubah gaya kepemimpinan agar
sesuai situasi spesifik. Dalam mengembangkan model ini, Vroom dan Yetton
membuat beberapa asumsi :
1. Model
ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam
berbagai situasi.
2. Tidak
ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi.
3. Focus
utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana
masalah ini terjadi.
4. Gaya
kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang
dipakai dalam situasi yang lain.
5. Beberapa
proses sosial berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan
masalah.
4. Teori
Kepemimpinan Jalan-Tujuan
Teori kepemimpinan jalan-tujuan
(path goal leadership theory) menerangkan bagaimana perilaku seorang pemimpn
mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahannya, dalam situasi kerja yang
berbeda-beda. Teori ini dinamakan jalan tujuan karena memusatkan perhatian pada
cara pemimpin mempengaruhi perstasi kerja bawahan tentang tujuan pekerjaan,
tujuan pengembangan diri, dan jalan mencapai tujuan. Teori ini drumuskan oleh
Martin G. Evans dan Robert J. House. Dasar dari teori path goal adalah teori
motivasi harapan yang menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada
harapan akan imbalan dan valensi atau daya tarik imbalan itu. Walaupun terdapat
sejumlah ara untuk mempengaruhi bawahan, Evans menyatakan bahwa yang paling
penting adalah kemampuan pemimpin untuk memberikan imbalan dan menjelaskan apa
yang harus dikerjakan oleh bawahan untuk memperoleh imbalan itu. Pokok-pook
penting dalam teori path goal menyebutkan bahwa perilaku seorang pemimpin akan
meningkatkan prestasi bawahan apabila :
1. Pemimpin
memenuhi kebutuhan bawahan yang berkenaan dengan efektifitas pekerjaan.
2. Pemimpin
memberikan latihan , bimbingan, dan dukungan yang dibutuhkan oleh bawahannya.
D.
TIPE
atau GAYA KEPEMIMPINAN
1. Lippit
dan White mengemukakan 3 Tie atau gaya kepemimpinan,yaitu;
·
Kepemimpinan
Otokratis
·
Kepemimpinan
Demokratis
·
Kepemimpinan Laissez
faire
2. House
(1973) mengemukakan 4 tipe atau gaya kepemimpnan yaitu :
·
Kepemimpinan
Direktif yaitu gaya ini pimpinan memberikan pengarahan dan penjelasan kepada
bawahan tentang apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya,hasil
yang seperti apa yang diharapkan,serta sistem penghargaan dan hukumannya.
·
Kepemimpinan
Supportive yaitu gaya kepemimpinan yang bersahabat, mudah didekati, dan
mempunyai perhatian yang tnggi terhadap kesejahteraan bawahannya
·
Kepemimpinan
Partisipatif yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin berusaha meminta dan
mepergunakan saran-saran dari para bawahan,mengajak bawahan untuk bekerjasama
atau berkolaborasi,namun pengambilan keputusan masih tetap ditangan pemimpin.
·
Kepemimpinan
Prestatif yaitu gaya kepemimpinan yang mendorong bawahan untuk berprestasi.
3. Tannenbaum
dan Schmidt mengemukakan 7 gaya kepemimpinan yang kontinum yang didasarkan pada
penggunaan otoritas oleh atasan dalam membuat keputasan. Gaya-gaya kepemimpinan
tersebut bergerak dari sangat otoriter sampai pada demokratis. Gaya-gaya
tersebut adalah :
·
Pemimpin membuat
keputusan dan kemudian mengumumkannya kepada bawahan. Model ini memperlihatkan
bahwa otoritas yang dipergunakan oleh atasan terlalu banyak sedangkan daerah
kebebasan bawahan sempit sekali.
·
Pemimpin menjual
keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan
otoritasnya, hamper sama dengan model yang pertama. Bawahan belum banyak
terlibat dalam membuat keputusan.
·
Pemimpin
memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan menggundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin menunjukkan kemajuan, yaitu
mengurangi otoritasnya dan mmberikan kesempatan pada bawahan untuk sedikit
terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Pemimpin
memberikan keputusan yang bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah.
Dalam model ini sudah terlihat keterlibatan bawahan yang agak sedikit besar
dalam pembuatan keputusan dan otoritas pemimpin sudah mulai berkurang.
·
Pemimpin
memberikan persoalan dan meminta saran-saran dalam membuat keputusan. Model ini
sudah jelas otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan
dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
·
Pemimpin
merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk membuat
keputusan.Partisipasi bawahan dalam model ini sudah semakin besar dibandingkan dengan
model-model sebelumnya.
·
Pemimpin
mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas batas yang telah
dirumuskan oleh pimpinan.Model ini terletak pada ekstrim penggunaan kebebasan
bawahan.
4. Gaya
manajerial Grid yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton,terdiri dari 5 gaya
utama yaitu :
·
Gaya separated
yaitu gaya kepemimpinan manajer yang acuh tak acuh,kurang perhatian pada
produksi maupun perhatian pada bawahan.
·
Gaya Integrated
yaitu gaya kepemimpinan manajer yang sangat bertanggungjawab, baik pada
produksi maupun pada bawahannya.
·
Gaya realitionship
oriented, yaitu gaya kepemimpinan manajer yang mempunyai rasa tanggungjawab
yang tinggu untuk selalu memikirkan orang-orang yang dipimpinnya tetapi
pemikiranya tentang produktivitas organisasi rendah.
·
Gaya production
oriented, yaitu gaya kepemimpinan dimana manajer hanya tentang usaha
meningkatkan efeisiensi dan produktivitas kerja dan sangat kurang perhatiannya
pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya.
MENJADI PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Untuk menjadi pemimpin yang
sukses,mungkin sulit bagi kita menemukan formulasi yagng paling tepat. Thomas
Gordon (1997) memberikan beberapa panduan bagi pemimpin untuk dapat mencapai
tingkat keefektifitas yang
diharapkan.Beberapa panduan tersebut adalah :
1.
Mendengarkan
sampai memahami;bersedia membahas; terbuka terhada gagasan orang lain;
menyediakan waktu untuk mendengarkan.
2.
Mau mendukung
dan membantu; mau menyokong; mau berpihak kepada bawahan dan mau mengingat
masalah bawahan.
3.
Menggunakan
pendekatan kelompok;membantu kelompok mencapai keputusan yang lebih
baik;memudahkan kerja sama.
4.
Menghindari
supervise terlalu dekat; tidak terlalu ngebos; tidak mendikte atau mengikuti
petunjuk buku secara kaku.
5.
Mendelegasikan
wewenang; mempercayai kelompok; tidak menilai dinilai oleh kelompok;
memperbolehkan kelompok mengambil keputusan; mempercayai kreatifitas orang
lain.
6.
Berkomunikasi
secara terbuka dan jujur ; tidak merahasiakan pendapatanya; perkataannya dapat
dipercaya.
7.
Mengusahakan
yang terbaik buat bawahannya, dan mau solider terhadap bawahannya.
Beberapa
panduan yang mungkin beruna bagi para pemimpi ketika mulai membentuk kelompok
mereka menjadi sebuah tim manajemen yang efektif adalah sebagai berikut
(Gordon) :
1.
Makin tergantung
sebuah kelompok kepada pemimpinnya,makin besar sumbang sarannya menghambat
peran serta anggota lainnya.
2.
Makin besar
perbedaan status atau prestise antara pemimpin dan anggota (menurut pandangan
anggota),makin besar kemungkinan sumbang saran pemimpin menghambat peran serta
anggota.
3.
Begitu seorang
peimpin menjadi seperti “sesame anggota” kelompok,kecenderungannya untuk
berperan serta lebih sering dapat diterima secara jauh lebih mudah oleh
kelompok ketimbang ketika ia masih dipandang sebagai “pemimpin”. Bawahan merasa
bebas menjalankan fungsi control kepada “sesame angota” sebaliknya mereka segan
bila harus menghalangi peran serta pemimpin.
4.
Kesadaran
seorang pemimpin atas kuatnya efek menghambat akibat peran serta dalam kegiatan
kelompok akan membangtunya mengendalikan peran serta tersebut.Kesadaran ini
akan menjadikan seorag pemimpin agar lebih peka dalam melihat tanda-tanda yang
menunjukan bahwa anggota kelompok merasa terhambat meskipun samar-samar.
5.
Menemukan
keseimbangan yang tepat antara mendengarkan orang lain dan menyampaikan gagasan
sendiri dalam diskusi kelompok adalah sebuah masalah yang bukan hanya dihadapi
oleh pemimpin melainkan juga oleh tiap anggota.
6.
Begitu dipandang
sesama anggota kelompok, sumbang saran seorang pemimpin akan lebih mudah
diterima atau ditolak berdasarkan sumbang saran itu sendiri.
Siapakah Pemimpin Yang Ideal itu ?
Pemimpin
yang ideal itu adalah pemimpin yang dapat memenuhi tuntutan-tututan sebagai :
1.
Ia mempunyai
pandangan ke muka. Cita-cita yang menjadi penghubung antara dia dan bawahannya
sehingga karyawan meyakin apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
2.
Merasakan
dirinya sebagai milik karyawan, bukan hanya milik suami/istri dan anak, bahkan
juga milik dirinya sendiri.
3.
Pandangan hidup
yang dianutnya sebanyak mungkin terceermin dalam pola sikap dan tingkah
lakunya.
4.
Ia peka dan
tanggap terhadap perkembangan anggotaya melebihi kepekaannya terhadap hal yang
menyangkut pada pribadinya.
5.
Ia tangkas
berpikir dan bertindak.Terutama menangkap momentum dan memanfaatkannya, dengan
perhitungan cermat.
6.
Ia tau
membedakan hal-hal yang prinsipil dan yang dapat dikompromikan, menyangkut
dengan yang prinsipil dan tidak akan mau mengalah.
7.
Ia sadar bahwa
ia sagat diperlukan oleh anggotanya ,tetapi pada saat yang sama dia berupaya
supaya ia tidak selalu diperlukan.
8.
Ia gemar
bermusyawarah dalam suasana yang bebas dan tertib, terutama dalam cara untuk
menyelesaikan masalah yang bersangkutan dengan anggota.
9.
Ia
bertanggungjawab dalam semua tindakan dan tidak akan mengelak diri dari
prtanggungjawabannya dengan segala risiko.
Menurut
Georde R Terry, ada delapan ciri yang harus dimiliki seorag pemimpin
yang ideal :
1.
Mempunyai
kekuatan mental dan fisik yan energik
2.
Mempunyai emosi
yang stabil; tidak cepat marah dan percaya pada diri sendiri
3.
Mengetahui
pengetahuan Human relation yang baik
4.
Mempunyai
personal motivasi yang cukup untuk diri sendiri demi kemajuan kepemimpinannya
5.
Mempunyai
kecakapan berkomunikasi (communication skill)
6.
Mempunyai
kecakapan untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan anggota.